“Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas”
Kalimat di atas diucapkan oleh Mohammad Hatta, satu dari dua sosok “Dwitunggal” dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Siapapun yang mengenali Bung Hatta hingga mentok, pasti pernah mendengar salah satu kisah tentang Hatta dan berkotak-kotak buku pribadinya. Sejarah mencatat bahwa dalam pengasingan di Boven Digoel, Hatta meminta kepada pemerintah Hindia Belanda agar buku-bukunya juga boleh dibawa serta. Pemerintah Belanda setuju, dan tibalah Hatta di Boven Digoel beserta koleksi bukunya yang berjumlah tidak kurang dari 16 peti besi. Repot, memang. Tapi dari sanalah Hatta berhasil membebaskan diri dan tetap produktif dengan mengajar ekonomi dan filsafat kepada sesama tahanan, plus sesekali mengirim naskah ke surat kabar.
Apakah literatur soal Hatta terlalu jauh? Baiklah, mari kita maju berpuluh-puluh tahun setelahnya.
Anda tahu Barack Obama? Iya, yang mantan presiden Amerika itu. Orang Indonesia mungkin mengenalnya sebagai anak Menteng, dan bersukaria karena ada representasi Indonesia di The White House. Tentu, menjadi Presiden Amerika itu luar biasa sibuk. Namun di tengah-tengah kesibukannya, Obama masih menyempatkan waktu untuk membaca selama satu jam setelah seluruh aktivitasnya selesai. Itu berarti tengah malam. Hanya sedikit orang yang tahan untuk terjaga hingga semalam itu, dan lebih sedikit lagi orang yang terjaga sambil membaca. Kita mungkin bingung, tapi kalau membaca apa yang dinyatakan Obama, kita akan paham kenapa. Bagi Obama,
“Reading is important. If you know how to read, then the whole world opens up to you.”
Bagi sebagian besar orang, membaca itu membosankan sekali. Maka dapat dipahami kalau ada di antara kita yang heran kenapa Obama, Hatta, juga mungkin pembaca lahap lainnya tahan membaca sebanyak, selama, dan sesering itu. Kita mungkin tidak mengerti, apa serunya duduk diam membaca hingga dua jam lamanya. Kita mungkin marah ketika panggilan dan sapaan kita diabaikan oleh orang-orang yang tekun membaca. Belum lagi anggapan “sok pintar” kalau bukunya menggunakan istilah rumit, atau “sok pamer” bila bukunya pakai bahasa Inggris. Tapi pernah nggak sih kita bertanya “kenapa kamu senang membaca?” pada para pembaca ini?
Saya kepengen sekali menjawab ini, meski saya nggak bisa mendaku diri sebagai pembaca tekun. Agenda baca tahunan saya kadang berantakan. Kalau niat, saya bisa menghabiskan tiga buku dalam seminggu. Namun kalau tidak, satu buku mungkin baru selesai dalam tiga bulan. Membeli tiga buku ketika masuk masa diskon, untuk dibaca empat bulan setelahnya adalah kebiasaan buruk yang, anehnya, memberikan rasa puas. Dengan segala jenis baik-buruk saya sebagai pembaca, saya hanya bisa menawarkan satu jawaban:
Membaca itu membebaskan.
Ya, benar. Bagi saya, pembaca musiman ini, membaca itu kegiatan yang membebaskan. Buku bacaan menarik itu memberikan bayangan tentang hal-hal yang mungkin tak terjangkau di hidup kita yang datar dan membosankan ini. Sejauh ini kita tak pernah bisa terbang dengan sapu lidi, tapi membaca Harry Potter membuat kita bisa membayangkan betapa serunya pertandingan Quidditch di Hogwarts. Kita berharap dijauhkan dari kejahatan di sekeliling, tapi kita ikut penasaran ketika kasus-kasus kejahatan terjadi di sekitar Detektif Conan, Sherlock Holmes, atau Tin-tin sekalipun. Membaca memberi kita celah untuk mengintip ke luar semesta tanpa perlu meninggalkan semesta kita saat ini. Seperti jendela yang mengizinkan kita melihat keindahan di luar tanpa perlu meninggalkan rumah (dan sekarang kita mengerti kenapa buku disebut jendela dunia?).
Bukan hanya tentang kebebasan pikiran, membaca memberi kita kebebasan akan banyak hal. Kita bebas memilih pengetahuan yang kita mau, dan akan selalu ada buku untuk topik yang kita inginkan. Kita bebas memberi pendapat untuk setiap bacaan tanpa takut dihakimi atas pendapat tersebut. Bahkan ketika waktu yang kita miliki terbatas, kita selalu bebas memilih hanya akan membaca satu halaman, satu bab, atau dua puluh halaman. Di dunia yang penuh dengan hal-hal yang kita tak dapat ketahui, bukankah menjadi bebas dengan membaca terdengar sebagai pilihan yang menyenangkan?
Tentu berat memulai kebiasaan membaca, apalagi ketika kita dihadapkan dengan sosial media yang tentu lebih menarik. Kalau kamu menanyakan kepada saya tentang bagaimana mulai membaca, saya juga tak bisa menjawab dengan pasti. Tapi saya ingat satu pesan dari Duta Baca Indonesia sekaligus jurnalis yang saya kagumi, Najwa Shihab. Baginya:
“Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Cari buku itu, mari jatuh cinta!”
Jadi, apakah kamu siap jatuh cinta dan menjadi bebas dengan membaca?
Yohanes Anri
Pengajar Fisika SMA Talenta. Pembaca musiman.
Referensi:
https://historia.id/histeria/articles/repotnya-membawa-buku-bung-hatta-v22z
https://www.getsomethinggreat.com/the-one-habit-that-made-bill-gates-warren-buffett-and-barack-obama-wildly-successful/
https://www.nytimes.com/2017/01/16/books/obamas-secret-to-surviving-the-white-house-years-books.html
https://twitter.com/najwashihab/status/1129310273620402176?lang=en
Sekolah Talenta Bandung - Indonesia