Pencarian Kegiatan

 

POLA ASUH DAN PERKEMBANGAN MILENIAL



Sabtu, 28 Juli 2018

Peran seorang guru tentu tidak terlepas dengan label untuk ditiru. Para guru talenta  selalu semangat mengikuti pembinaan SDM yang setiap bulan rutin dilakukan sebagai pengembangan diri sehingga semakin memahami bagaimana menangani berbagai macam perilaku anak. Pembinaan kali ini oleh Bapak Yansen, psikolog yang sudah berpengalaman. Beliau telah membekali para guru talenta menjadi guru yang tidak hanya pengajar tapi juga pendidik yang hebat. Menjadi seorang guru memang tidak mudah. Orang bisa kaya tetapi tidak dengan guru. Guru akan tetap seadanya dan sesederhananya. Tetapi guru berpotensi yang hebat; kebahagiaan akan dirasakan ketika kelak anak-anak yang pernah diajar dan dididiknya berhasil. Meski bukan anak kandung tetapi itu akan mengharu biru tak terlupakan selamanya. Itulah makna yang senantiasa tersirat dan tak terlupakan bagi seorang guru.

Pengenalan Jadi Guru

Apakah kita sudah mengenal diri sendiri? Ada dua orang ibu sebut saja A dan B sedang mengobrol atau menggosip. Ibu B berkata,” Tau gak, daun pohon tetangga saya tuh kalau lagi musim gugur (berjatuhan) sampai tumpah ke tempat saya, tidak langsung dibersihkan. Karena itu kami selalu berantam.” Padahal kenyataannya yang punya pohon mangga sudah membersihkannya sebelum berangkat dari rumah. Tentu daun pohon itu akan berguguran kembali.” Lalu ibu A menjawab,”Tolong ambil dulu lap.” “Untuk apa?”katanya. Ibu B heran kenapa Ibu A menyuruhnya mengambil lap. Kebetulan posisi rumah Ibu B ke tetangganya berdekatan. Setelah diambil lap tersebut, ibu A pun berkata,”itu jendelanya kotor.” Kemudian Ibu B menghampiri jendela tentangganya dan membersihkannya. “Bukan jendela tetanggamu yang kotor tetapi jendelamu yang kotor,” kata ibu A dengan tegas. Dalam cerita tersebut menekankan bahwa sebagian orang memakai kacamata menilai orang lain. Sebaik apapun orang bertingkah laku kepada kita pasti jelek dimata kita. Seburuk apapun orang bertingkah laku pasti baik dimata kita. Maka jangan menilai orang hanya dari luarnya saja. Sementara diri kita sendiri memakai kacamata untuk menilai. Menilailah dengan kacamata yang bersih.

Inilah yang perlu disikapi dan bertanya,”Siapakah aku? Pada zaman sekarang ini nyari guru itu susah. Alasan apapun menjadi guru, itu sudah menjadi label. Jadilah guru atau figur yang nantinya akan diingat anak-anak. Dengan mengenal diri sendiri, mencintai pekerjaaan sebagai guru maka akan menjadi amanah yang akan dijalankan dengan baik. Tidak hanya itu, menjadi guru juga harus kritis. Bersikap kritis berarti tidak menilai orang dari luarnya saja. Untuk menilai orang memang gampang dan ketika melakukannya susah. Ada persepsi jika nilai anak bagus dibilang pintar dan jika nilai anak jelek dibilang bodoh. Nah, sebagai guru harus merevisi kembali misi dan visi sebagai guru. Anak tidak ada yang bodoh tetapi bagaimana cara mendekati anak yang masih kurang paham. Tanpa kita sadari, pikiran melakukan yang dilihat bukan yang seharusnya, maka perlu untuk penguasaan pikiran secara sempurna, mengontrol diri dan menguasai emosi dengan baik. Kekuatan emosi harus dapat diantisipasi. Emosilah yang memilih untuk bertingkah laku bukan lingkungan yang bertingkah laku, kita bisa marah kalau ego lagi terganggu dan yang tak kalah penting untuk dipahami bahwa yang memutuskan untuk marah itu diri kita sendiri.

Kebahagiaan itu dapat dari sehari-hari. Kenapa harus marah? Bagaimana yang dikatakan dengan sukses sebagai guru? Itu tergantung sudut pandang kita. Apa yang menjadi sukses bagi diri kita? Sudahkah kita bahagia? Itu adalah bagian dari pengenalan diri. Kita boleh banyak punya teman tetapi yang penting adalah punya pengaruh positif kepada orang lain. Sama halnya ketika mengajar, anak-anak akan tahu bagaimana ekspresi gurunya pada saat mengajar. Mereka akan tahu apakah ada masalah atau tidak? Mereka akan bertanya dengan polosnya. Anak zaman sekarang seperti mesin scanner yang bisa melihat suatu permasalahan dari gurunya ketika mengajar. Tentu itulah menjadi gambaran supaya seorang guru harus profesional. Tidak bisa dipungkiri kalau setiap orang itu tidak pernah terhindar dari namanya masalah. Tetapi disini guru dituntut untuk tetap menjaga labelnya sebagai guru ketika di sekolah. Meski ketika sudah pulang dari sekolah, label itu berganti menjadi label lain mungkin sebagai anak, ayah, ibu dll. Biarlah bijak memposisikan diri untuk menempatkan pada setiap label tersebut.

Pola Asuh Orangtua/Guru

Bagaimana pola asuh orangtua memengaruhi  anak? Lima tahun pertama adalah pola asuh yang baik dan benar bagi anak dalam lingkungan keluarga. Pola asuh yang baik saja belum tentu hasilnya akan baik apalagi jika pola asuh yang salah.  Pola asuh itu berbeda-beda seperti pola asuh konvensional, submisif dan pengabaian. Sebagai guru perlu menumbuhkan rasa percaya terhadap anak sehingga tergerak hatinya sharing. Anak-anak perlu didekati dengan hati, menyentuh mereka dengan kasih sayang. Mereka akan menunjukkan karakter yang baik karena merasa diperhatikan. Jika anak bandal bahkan seperti preman, jangan langsung menilai anak buruk tetapi mencari tahu apa yang melatarbelakangi anak tersebut sehingga menjadi orang yang keras dan tidak mau dididik. Tentu dengan memberikan sentuhan personal, hatinya akan tergerak untuk menyampaikan keadaannya.

Sebagai guru harus memahami karakter anak. Menurut ilmu psikologi, kita dapat mendeteksi kebohongan melalui body language. Untuk mencari tahu masalah yang sebenarnya maka lihat apa yang disampaikan bukan dengar apa yang dikatakan. Semakin anak terbiasa berbohong, cara pandangnya akan melotot. Laki-laki yang biasanya berbohong akan memegang hidung dan dagunya. Sebab hidungnya merupakan bentuk kepercayaan diri. Jika ia berbohong maka kejantanannya terasa terganggu. Sedangkan perempuan yang sedang berbohong akan memegang rambutnya. Sebab rambut adalah mahkota bagi perempuan. Nah, hal itu sering ditemui  ketika guru berhadapan dengan anak di sekolah. Ada saatnya guru memposisikan dirinya bukan sebagai guru tetapi teman atau sahabat yang nyaman bagi anak. Guru juga harus mampu melihat dari sudut pandang yang berbeda. Jadi guru atau orangtua seperti apa kita dihadapan anak-anak? Anak akan mengingat kita selamanya jika kita sebagai guru atau orangtua memberikan kasih sayang kepada anak.


Sekolah Talenta Bandung - Indonesia