Anak-anak yang terkasih, pada hari ini kita mulai memasuki pertemuan APP yang pertama. Tema besar APP tahun ini yaitu Semakin Beriman Solider. Pertemuan pertama ini, kita diajak untuk melihat dan mengenal situasi kehidupan ekonomi di keluarga maupun lingkungan sekitar secara khusus di masa pandemi Covid 19. Kita diajak merefleksikan pengalaman hidup solider kepada sesama kita yang membutuhkan bantuan kita.
Di masa Pandemi covid 19, sebagai remaja, kita dipanggil untuk membangun ekonomi yang solider, misalnya kita tetap di rumah saja untuk mengurangi penyebaran covid 19, memahami keadaan ekonomi orang tua, kita dengan ikhlas menyumbangkan uang tabungan, menyisihkan uang jajan, memberi makan bagi yang berkekurangan, memberikan bahan atau kebutuhan pokok kepada sesama kita yang memerlukan uluran tangan kita. Semua itu kita lakukan demi mewujudkan kehidupan ekonomi yang menyejahterakan melalui semangat solider.
“Jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita. Kamu semua adalah tubuh Kristusdan kamu masing-masing adalah anggotanya.
(1 Korintus 12:26-27)
Roma 8:18-30
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
- Roma 8:28
Serangkai kalimat dari sebuah film yang saya tonton, menarik perhatian saya: kita hanya melihat apa yang mau kita lihat. Kenyataan hidup juga demikian. Di dalam situasi sulit, kita mungkin terlewatkan melihat yang penting, yaitu keterlibatan Tuhan, sehingga sering membuat kita larut dalam kegelisahan dan ketakutan.
Dari Roma 8:28, setidaknya kita bisa melihat dua sisi keterlibatan Allah dalam situasi sulit. (1) Allah terlibat dalam semua aspek kehidupan kita, baik dalam hal-hal kecil, maupun keputusan-keputusan besar dalam hidup kita. “Segala sesuatu” berarti bukan hanya hal-hal baik, tetapi termasuk hal-hal buruk yang kita alami, Allah turut bekerja di dalamnya. Allah terlibat dan memakai segala situasi di dalam rencana-Nya, sehat sakit, mendapat kehilangan, kecukupan kekurangan, tertawa menangis. Tidak ada yang kebetulan. John Newton seorang pendeta dan penulis abad 18 menulis surat penggembalaan kepada seorang perempuan yang sedang bersedih: Saat Anda tidak bisa melihat jalan Anda, puaslah dengan melihat Dia sebagai pemimpin Anda. Saat jiwa Anda terasa berat, Dia tahu jalan Anda: Dia tidak akan membiarkan Anda tenggelam.
(2) Allah mendatangkan kebaikan. Jika kita mengenal seseorang yang punya kuasa dan jabatan tinggi yang menentukan hidup kita, tetapi tidak mengetahui bagaimana isi hatinya, itu akan membuat kita tidak tenang. Kita akan berspekulasi mengenai nasib kita di tangannya. Namun, Allah yang kita percaya adalah Allah yang baik. Tujuan akhir Allah untuk anak-anak-Nya adalah kebaikan. Kebaikan Tuhan sangat terbukti ketika Tuhan Yesus mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib. Tidak ada kebaikan yang melampaui kebaikan pengorbanan ini. Dia rela menderita dan mati untuk kita orang berdosa.
Situasi sulit sering membuat kita tidak bisa melihat keterlibatan Tuhan Yesus yang selalu mendatangkan kebaikan. Kiranya di tengah pergumulan yang belum selesai, kita tetap percaya bahwa Allah itu baik dan Dia turut bekerja dalam segala situasi. Saat kita bisa melihat keterlibatan Tuhan maka tepat seperti yang Timothy Keller katakan mengenai Roma 8:28, yaitu suatu penghiburan yang tiada bandingnya bagi orang percaya.
Refleksi Diri:
Apa alasan utama kita mengatakan bahwa Tuhan Yesus itu baik dan selalu punya rencana mendatangkan kebaikan di dalam setiap situasi?
Bisakah kita melihat hal-hal yang tak terlihat dalam hidup kita sebagai pemeliharaan dan penghiburan Tuhan? Apa saja?
Angin Sepoi-sepoi Basa
1 Raja-Raja 19:9-18
Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa.
- 1 Raja-raja 19:12
Angin sepoi-sepoi basa? Angin seperti apa itu? Angin yang berhembus lembut, halus, bertiup perlahan-lahan, dan silir semilir. Ayat ini menyampaikan bahwa sebelum ada angin sepoi-sepoi basa didahului dengan angin besar (ay. 11), gempa besar, dan api. Namun, Elia tidak menemukan Tuhan di sana. Elia justru menemukan Tuhan pada angin sepoi-sepoi basa yang bertiup halus dan lembut itu. Lho kok gitu?
Apa maksud dari ayat ini? Tuhan mau menunjukkan bahwa Dia bukan hanya bekerja dengan cara-Nya yang primer, spektakuler, dan “menggelegar”. Tuhan juga berbicara lewat sesuatu yang kecil, mungil, halus, dan biasa. Selama ini, mungkin kita terpaku pada hal-hal yang besar, heboh, dan luar biasa. Saat kejadian dan peristiwa di hidup terjadi demikian, kita baru bisa melihat sebagai karya Tuhan. Jika terjadi sebaliknya, kita bertanya-tanya dan menjadi kecewa. “Lho kok cuma gitu ya?”; “Kurang meyakinkan deh” atau “Kok nggak datang juga ya?”
Padahal Tuhan bukannya diam atau bertindak biasa-biasa saja. Dia menyatakan diri-Nya. Allah sudah menyapa dan menjawab. Namun, kita yang kurang peka. Kita mengabaikan dan melewatkan karya Tuhan. Kita terbiasa dengan konsep di kepala yang berpikir, Allah itu dahsyat! Maka harus dahsyat juga perwujudan-Nya.
Pernahkah kita bersyukur karena semalam bisa tidur nyenyak? Pernahkan kita bersyukur saat mencium aroma tanah yang basah tersirami hujan? Pernahkan diri kita bersyukur untuk matahari yang terbit dan terbenam setiap harinya? Semua itu adalah tanda kehadiran Tuhan. Kejadian sederhana yang merupakan bentuk kesetiaan dan tanda pemeliharaan-Nya.
Atau kita masih menantikan yang dahsyat, besar, dan spektakuler? Seperti Indonesia turun salju? Lee Min Ho melamarmu? Badanku tiba-tiba kurus esok hari? Semua tugasku selesai sendiri? Bangun, bangun... Hoi bangun! Itu tandanya tidur terlalu miring.. Jadi miring semua, hahaha...
Anda bisa merasakan Tuhan berada di dalam angin sepoi-sepoi basa. Dia memelihara kesehatan Anda, memberi Anda tidur nyenyak walaupun sudah beberapa lama sulit tidur. Angin sepoi-sepoi basa bisa Anda rasakan dalam bentuk kesehatan dan sukacita. Terimakasih, ya Yesus...
Refleksi Diri:
Apakah saat ini Anda masih dan selalu menunggu Allah bekerja melalui hal-hal luar biasa dan dahsyat? Bagaimana melatih kepekaan Anda terhadap karya Tuhan?
Apa hal-hal sederhana dalam hidup yang bisa Anda lihat sebagai karya pemeliharaan Tuhan?
Siapakah Aku?
Galatia 2:15-21
namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.
- Galatia 2:20
Siapakah aku? Sebuah pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab dan diungkapkan. Berbagai pikiran dan perasaan bercampur aduk untuk menjawab pertanyaan ini, apalagi dikaitkan dengan kesusahan masa kini dan masa depan sebagai kelanjutan dampak-dampak pergumulan kehidupan, termasuk di dalamnya dampak Covid-19 di tahun 2020 yang masih terasa hingga sekarang.
Ben Luderer (30 tahun) asal New Jersey, USA, terinfeksi Covid-19 di tahun 2020. Istrinya, Brandy, mengisahkan bagaimana ia mengalami gejala sakit yang tidak berlebihan. Karena masih muda, harapannya sangat besar untuk sembuh. Brandy bercerita, “Aku mendengar dari balik pintu, ia masih bernapas dan lalu aku tertidur.” Sang istri memeriksa lagi pukul dua subuh dan semua tampak baik-baik saja. Namun, ketika terbangun pukul enam pagi, ia menemukan suaminya sudah tak bernyawa di tempat tidur mereka. Sebuah ironi.
Realita dan pengalaman kehidupan terus berubah. Seperti kisah Ben dan Brandy tadi, terkadang permasalahan kehidupan datang tanpa terduga. Bila pikiran dan perasaan ditentukan oleh peristiwa dan kondisi kehidupan, maka jawaban atas pertanyaan “siapakah aku?” ditentukan oleh keputusan iman kita. Seringkali pergumulan hidup membuat sebagian besar orang diliputi kegelisahan, kekhawatiran, dan terganggu kesehatannya. Camkan, segala pengalaman kehidupan tidak dapat merubah status diri kita yang sudah ada di dalam Kristus, yang diterima melalui pertobatan dan percaya terhadap pengorbanan Kristus.
Siapakah aku? Marilah mengingat diri dan merenungkan seperti yang dinyatakan Paulus melalui Galatia 2:20. Bandingkanlah hidup Paulus sebelum dan sesudah percaya kepada Kristus. Pengalaman yang tak terlupakan saat Yesus menjumpai dirinya dalam perjalanan ke Damsyik, mengawali perjalanan hidup baru dan pelayanannya. Sebuah kutipan dituliskan: “Pengalaman dengan Kristus selalu membuat Paulus menjalani kehidupan dan panggilannya dengan indah sampai akhir hidupnya.”
Siapakah aku? Ingatlah selalu bahwa “aku adalah pribadi yang telah menerima hidup di dalam Kristus”. Hidupku yang kujalani sekarang bernilai kekal, tak terbandingkan dengan apa yang dapat diperoleh dari dunia, dan tak ada kuasa yang dapat mengambilnya termasuk Covid-19. Marilah bersyukur dan bersukacita senantiasa karena menjadi pribadi yang telah menerima hidup baru.
Refleksi Diri:
Siapakah diri Anda? Sudahkah Anda memercayai Kristus dan menerima Dia masuk ke dalam hidup Anda?
Oleh Chia Poh Fang, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Teachers and School Staff, We Appreciate You Too!
Sejak pandemi merebak, ada satu kelompok pekerja yang bekerja keras tanpa pamrih, seolah kehidupan tetap berjalan normal seperti sedianya. Mereka adalah para pendidik.
Seperti halnya para petugas medis dan pekerja lainnya di sektor esensial yang harus tetap beroperasi, para pendidik mengalami kesibukan yang luar biasa, khususnya sejak akhir Maret.
Mengelola sistem pembelajaran secara daring membuat mereka kewalahan. Istri dari temanku bercerita padaku kalau guru-guru harus bekerja lebih keras dalam mengemban tanggung jawab mereka di masa-masa krisis ini. Mereka tak cuma harus mengajar kelas-kelas seperti biasanya, tapi juga harus menyiapkan modul pelajaran yang baru untuk siswa-siswi di rumah, lalu memantau satu per satu siswa untuk memastikan apakah mereka bisa mengikuti pelajarannya atau tidak.
Ketika beberapa pekerja lain jam kerjanya berkurang karena pembatasan sosial, para guru malah sebaliknya.
Apakah kamu melayani sebagai guru yang berjuang keras agar proses pendidikan tetap dapat berlangsung di tengah masa-masa sulit ini? Aku ingin mengatakan ini kepadamu: kamu tidak dilupakan. Terima kasih telah menanggung beban kerja yang bertambah. Terima kasih telah memberikan hidupmu kepada generasi masa depan. Kami mengapresiasimu atas perjuanganmu yang melelahkan.
Tak ada yang tahu berapa lama situasi ini akan berlangsung. Kami berdoa kiranya kamu tetap bersukacita serta menemukan kekuatan dan pengharapanmu di dalam Tuhan yang mengetahui setiap jerih lelah anak-anak-Nya. Jika kita menantikan pertolongan dari-Nya, Dia berjanji untuk membaharui kekuatan kita.
Nabi Yesaya menulis, “Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah” (Yesaya 40:30-31).
Tuhan mengerti bahwa kita membutuhkan kekuatan rohani, sebagaimana tubuh kita membutuhkan asupan nutrisi dari makanan yang kita makan setiap hari. Tuhan berjanji menguatkan kita senantiasa.
Yesaya mengingatkan kita bahwa Tuhan memilih, memanggil, dan beserta kita. Bapa di surga pun berkata demikian: “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan” (Yesaya 41:10).
Di dalam kelelahan kita, kita memperoleh kekuatan dari dua kebenaran dalam ayat di atas: “Aku menyertai engkau” dan “Aku ini Allahmu”. Dialah Allah yang kebenaran-Nya, serta tujuan-Nya bagi kita tidak berubah.
BANGUNLAH, Angkatlah Tilammu dan Berjalanlah
Seseorang yang memilih hidup sebagai pribadi Kristiani pastilah sudah menyadari bahwa dia ditawari salibnya. Perjalanan hidup seorang Kristiani tersebut tidak lepas dari salib. Pada awal mulanya salib merupakan hukuman yang paling hina. Namun sejak sabda Allah yang menjadi daging; yakni Yesus sendiri telah melakukan penebusan melalui salib-Nya, maka salib berubah menjadi sebuah rahmat keselamatan yang sungguh istimewa. Sebab dengan salib Yesus tersebut penebusan dosa manusia terjadi. Buah dari dosa adalah kematian; dalam hal ini kematian yang dimaksudkan adalah bukan hanya kematian fisik semata saat nyawa sudah lepas dari badan. Lebih jauh lagi kematian saat badan masih hidup.
Perikop dalam judul renungan ini sebenarnya ingin menggambarkan bahwa Allah Bapa yang menyatakan diri-Nya dalam Yesus sungguh sangat mengasihi manusia. Kalau kita membaca ayat sebelumnya, kita akan menemukan bahwa arang yang terbaring dalam tilam tersebut sudah 38 tahun lamanya mengalami sakit. Kata sakit pada jaman tersebut mengandung makna lebih. Umumnya dikaikan dengan dosa berat yang sebelumnya dilakukan oleh si sakit. Jadi genaplah beban yang ditanggun orang dalam tilam tersebut; sudah tidak bisa berjalan dan mungkin mengalami labelling pendosa dari masyarakat sekitarnya. Dia tidak bisa berjuang untuk masuk dalam kolam Betesda pertama kali.
Saat kita membayangkan kehidupan dan kejadian di sekitar Kolam Bestesda jaman Yesus tersebut sebenarnya kita bisa berkaca pada kehidupan masa sekarang. Terlebih saat semua orang merasa bahwa dirinya adalah yang paling menderita maka yang ada hanyalah pasrah yang pasif. Dia merasa sudah tidak lagi dikasihi oleh Allahnya. Dia merasa akan mati dengan cara yang tidak layak.
Pada sisi hidup lainnya, di kolam Betesda jaman Yesus tersebut terjadi kompetisi yang luar biasa. Orang yang pertama kali masuk dalam kolam setelah malikat menggoncangkannya akan sembuh. Tak ayal lagi berbagai macam penderita akan berlomba, sangat mungkin terjadi sikut-menyikut. Demikian pula masa sekarang, bahkan sikut-menyikut tidak cukup, bahkan beberapa orang saling bunuh untuk memenangkan kompetisi.
Sebagai seorang kristiani, jika kita berkenan mengakui dengan rendah hati, sebenarnya salib kita luar biasa nyaman. Namun, karena beban ditambahkan sendiri oleh manusia itu maka beban salib tersebut semakin bertambah besar. Bahkan mereka harus saling mematikan dalam sebuah kompetisi hidup. Jika kalah; dengan gampang kita meratap Tuhan sedang menjauhiku. Dalam perikop ini sebenarnya mau mengajak kita untuk menjadi pribadi Kristiani yang pasrah namun aktif. Keberuntungan si lumpuh tersebut terjadi karena tawaran Yesus: “Maukah engkau sembuh?.” Tawaran tersebut masih akan ada senantiasa sampai akhir jaman. Bahkan pada jamannya Yesus memberikan tawaran tersebut saat hari Sabat. Hari dimana Hukum Taurat melarang untuk melakukan pekerjaan sekecil apapun kecuali beribadah.
Akhirnya, marilah kita membuka hati dan menyambut tawaran Tuhan Yesus yang senantiasa ada untuk keselamatan dan kesucian hidup kita. Selama hati nurani kita masih terdengar nyaring dalam hidup kita baiklah kita menyambut tawaran tersebut. Segeralah bangkit, angkat tilam dosamu dan buanglah, marilah kita sambut tawaran kesembuhan dan keselamatan rohani dari Tuhan Yesus Kristus.
Salam Kasih Tuhan,
Yohanes Sapta Nugraha_SMA_Talenta
Dalam suatu kelas, ada seorang anak, sebut saja Namanya A bersahabat dengan anak lainnya bernama B. Dalam persahabatannya, mereka berdua selalu saling mengasihi dan membantu satu sama lain. Apalagi saat sekarang mereka sudah duduk di bangku sekolah , sudah mulai ada Pekerjaan Rumah ( PR ), ada ulangan , ada tugas lainnya.
A memang lebih cemerlang dalam hal akademik dan prestasi lainnya di Sekolah dan B banyak terbantu oleh A dalam kesehariannya menghadapi semua “tantangan” di Sekolah. Semua tugas-tugas B selalu dibantu oleh A. Apa saja yang sudah diajarkan A kepada B akan segera terlupakan setelah tugas itu selesai. Jadi tugas mendapatkan nilai bagus tetapi kemampuan B sebenarnya tidak bertambah. Saat A meminta B untuk mengerjakan semua tugasnya sendiri, B akan menolak dengan seribu satu rayuan agar A yang mengerjakannya, bahkan saat ulangan pun, A membantu B untuk belajar sehingga bisa lolos KKM, tidak jarang pun B harus remedial. Apakah hal ini baik untuk terus dilanjutkan ?
Sebaliknya B memiliki kelebihan dalam hal bersosialisasi. Temannya banyak, dengan mudah pun berkomunikasi dengan orang baru juga. A sering tidak nyaman jika diajak-ajak B untuk kumpul-kumpul dan hang out bersama teman- teman B. Jadi A akan Nampak banyak teman jika diajak B saja. Jika B tidak ada, A akan sendiri saja dan tidak berusaha mencari orang lain untuk bersosialisasi. Apakah hal ini juga baik untuk dilanjutkan ?
Dalam keseharian kita, hal saling membantu itu sangat baik dilakukan tetapi awas, jangan sampai kegiatan tolong – menolong itu menjadi racun dan kemudian “melumpuhkan” kemampuan asli orang lain. Saat A tidak ada lagi bersama B, apa yang akan terjadi ? B akan mencari orang lain lagi untuk bisa membantunya. B kehilangan kemampuannya untuk berjuang, memahami pelajaran, menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya di Sekolah. Saat B tidak Bersama A lagi, A akan nyaman saja sendiri tanpa berusaha mencari orang lain untuk bersosialisasi. A kehilangan kepekaan sosialnya , menerima orang lain, dan rasa membutuhkan orang lain.
Teman- teman dan saudara terkasih, dalam kehidupan ini , semua orang memiliki kelebihan dan kekurangannya sehingga wajar ada saling menolong , tetapi yang perlu diingat adalah jangan sampai hal tersebut melumpuhkan kemampuan pribadi yang lain. Biarkan diri kita sendiri bisa bertumbuh dengan belajar hal baru , biarkan teman kita juga bertumbuh dengan belajar hal yang sudah kita kuasai. Supaya kemampuan masing-masing dari kita bertambah. Dan yang pasti adalah kita berusaha melakukan hal yang benar. Dengan harapan semua hal yang nanti bisa kita lakukan adalah demi kemuliaan nama Tuhan.
Seperti dikatakan dalam tulisan Rasul Paulus pada Umat di Efesus 4 : 15 -16 , tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nya-lah seluruh tubuh yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.
SAYA MAU MERDEKA
Akhir-Akhir Ini Banyak Anak-Anak Sekolah Mudah Sekali Pasang Status Di Media Sosia...
Lagi Galau...
Lagi Bete...
Lagi Marah...
Lagi Jengkel...
Lagi Kesel...
Lagi...
Lagi...
Kalau Membaca Status Yang Seperti Ini Timbul Pertanyaan Di Dalam Pribadi Saya,
KENAPA?
ADA APA?
Jawabannya Sangat Sederhana Sekali.
Karena Mereka Belum Mengalami Kemerdekaan Hidup Di Dalam Kristus Yang Sebenarnya.
Apa Maksudnya?
Karena Anak-Anak Masih Hidup Dengan Gaya Hidup Yang Lama dan Masih Dikuasai Segala Sesuatu Yang Berhubungan Dengan Dosa.
Dosa Selalu Menghasilkan Kehidupan Yang Tidak Baik dan Tidak Benar.
Contohnya Rasa Jengkel Kepada Teman, Guru ataupun Orang Tua. Rasa Jengkel Ini Akan Menghasilkan Rasa Marah dan Juga Kecewa dan Akhirnya Bisa Sakit Hati dan Kebencian Menguasai Kehidupan Kita.
Jadi Kita Harus Buang Hal Itu Karena Firman Tuhan Mengatakan Bahwa...
Kolose 3:8 (TB) Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu.
Orang Yang Masih Dengan Kehidupan Dosa Tidak Akan Bisa Kehidupannya Maksimal karena Dosa Itu Akan Terus Menghalangi Kehidupannya dan Kita Harus Buang semuanya Sesuai Firman Tuhan Katakan...
Ibrani 12:1 (TB) Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.
Dosa Hanya Akan Membuat Hidup Kita Tidak Bebas,Terbelenggu dan Dosa Akan Merintangi Kehidupan Kita.
Lalu Apa Yang Harus Saya Lakukan?
Bagaimana Saya Harus Hidup Supaya Benar Benar Mengalami Hidup Yang Merdeka?
Galatia 5:1 (TB) Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.
Kalau Kita Mau Sungguh-Sungguh Menjadi Pribadi Yang Merdeka Maka Kita Harus Lakukan Kebenaran Firman Tuhan Ini.
1. Hidup Tetap Tinggal Di Dalam Tuhan.
Yohanes 15:5 (TB) Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
2. Hidup Tetap Tinggal Didalam Firman Tuhan.
Yohanes 15:7 (TB) Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.
3. Hidup Tetap Tinggal Di Dalam Kasih Tuhan.
Yohanes 15:9 (TB) "Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu.
Yakin dan Percayalah
KEMERDEKAAN HIDUP YANG SEBENARNYA Akan Kita Alami Waktu Kita Sungguh-Sungguh Hidup...
1. Hidup Di Dalam Yesus
2. Hidup Di Dalam Firman
3. Hidup Di Dalam Kasih
Jangan Lupa
Saya Mau Merdeka dan Merdeka Itu Hanya Ada Di Dalam Tuhan Yesus
SALAM HIDUP MERDEKA
TUHAN YESUS MEMBERKATI
Ps.Djefri Welan
SEMUT DAN KEPOMPONG
“Tetapi Aku berkata kepadamu:
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Matius 5:44
Di suatu hutan yang rindang, hidup berbagai binatang buas dan jinak. Ada kelinci, burung, kucing, capung, kupu-kupu dan yang lainnya. Pada suatu hari, hutan dilanda badai yang sangat dahsyat. Angin bertiup sangat kencang, menerpa pohon dan daun-daun. Kraak! terdengar bunyi dahan-dahan berpatahan. Banyak hewan yang tidak dapat menyelamatkan dirinya. Badai baru berhenti ketika pagi menjelang. Matahari kembali bersinar hangatnya.
Tiba-tiba dari dalam tanah muncul seekor semut. Si semut terlindung dari badai karena ia bisa masuk ke sarangnya di dalam tanah. Ketika sedang berjalan, ia melihat seekor kepompong yang tergeletak di dahan daun yang patah.
Si semut bergumam, “Hmm alangkah tidak enaknya menjadi kepompong, terkurung dan tidak bisa kemana-mana. Menjadi kepompong memang memalukan! Coba lihat aku, bisa pergi ke mana saja ku mau,” ejek semut pada kepompong. Semut terus mengulang perkataannya pada setiap hewan yang berhasil ditemuinya.
Beberapa hari kemudian, semut berjalan di jalan yang berlumpur. Ia tidak menyadari kalau lumpur yang diinjaknya bisa menghisap dirinya semakin dalam. “Aduh, sulit sekali berjalan di tempat becek seperti ini,” keluh semut. Semakin lama, si semut semakin tenggelam dalam lumpur. “Tolong! tolong,” teriak si semut.
“Wah, sepertinya kamu sedang kesulitan ya?” Si semut terheran mendengar suara itu. Ia memandang kesekelilingnya mencari sumber suara. Dilihatnya seekor kupu-kupu yang indah terbang mendekatinya.
“Hai, semut aku adalah kepompong yang dahulu engkau ejek. Sekarang aku sudah menjadi kupu-kupu. Aku bisa pergi ke mana saja dengan sayapku. Lihat! sekarang kau tidak bisa berjalan di lumpur itu, ‘kan?”
“Yah, aku sadar. Aku mohon maaf karena telah mengejekmu. Maukah kau menolongku sekarang?” kata si semut pada kupu-kupu. Akhirnya kupu-kupu menolong semut yang terjebak dalam lumpur penghisap. Tidak berapa lama, semut terbebas dari lumpur penghisap tersebut.
Setelah terbebas, semut mengucapkan terima kasih pada kupu-kupu. “Tidak apa-apa, memang sudah kewajiban kita untuk menolong yang sedang kesusahan bukan? Karenanya kamu jangan mengejek hewan lain lagi, ya?” Karena setiap makhluk pasti diberikan kelebihan dan kekurangan oleh yang Maha Pencipta. Sejak saat itu, semut dan kepompong menjadi sahabat karib.
Pesan moral :
Tuhan memberikan kelebihan dan kekurangan kepada makhluk ciptaan-Nya. Syukuri dan gunakan dengan baik kelebihan kita, dan terima dengan bijak kekurangan kita, serta jangan pernah meremehkan orang lain.
Ada seorang anak laki-laki yang senang bermain di bawah pohon apel besar setiap hari. Anak itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.
Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, lalu tidur-tiduran di keteduhan rindang dedaunannya. Waktu terus bergulir. Anak itu kini telah bertumbuh besar dan tak lagi bermain di bawah pohon apel itu setiap hari.
Suatu ketika, ia mendatangi pohon apel itu. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini, bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel.
“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak itu. “Aku ingin punya mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”
Pohon apel itu menyahut, “Maaf aku tak punya uang… tapi kamu boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Lalu, kamu bisa dapat uang untuk membeli semua mainan kesukaanmu.”
Suatu hari, anak itu datang lagi. Pohon apel girang melihatnya datang. “Ayo, bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel.
“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki yang sudah dewasa itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami butuh rumah untuk tempat tinggal. Bisakah kau menolongku?”
“Maaf! aku pun tak punya rumah. Tapi kamu boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu koq,” kata pohon apel.
Setelah itu, anak lelaki itu lama tak kembali lagi. Pohon apel merasa kesepian, sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu menampakkan batang hidungnya lagi. Pohon apel bersukacita menyambutnya. “Ayo bermain denganku lagi,” kata pohon apel yang sudah jarang berbuah, dan kekurangan dahan.
“Aku sedih” kata anak lelaki yang kini telah menua. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar saja. Maukah kau memberiku sebuah kapal untuk berpesiar?”
“Maaf! aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah”
Ia lalu pergi berlayar dan lama lagi tak kunjung menemui pohon apel.
Setelah bertahun-tahun, anak lelaki tadi datang lagi.
“Maaf,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu!”
“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki.
“Aku juga tak punya batang dan dahan yang bisa kaupanjat,” kata pohon apel.
“Sekarang aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak.
“Aku tak punya apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua ini dan sekarat” kata pohon apel sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat, berteduh. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu”
“Oh, bagus sekali kalau begitu. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”
Anak lelaki yang kini berusia senja itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air mata bahagianya.
***
Cerita di atas menggambarkan bentuk umum relasi antara orangtua dan anak. Pohon apel merupakan analogi dari keberadaan orangtua bagi anaknya. Orangtua digambarkan sebagai pihak yang selalu terbuka untuk didatangi oleh sang anak, bersedia memberi, berkurban untuk anaknya.
Sedangkan, sang anak digambarkan sebagai seseorang yang hanya datang pada orangtua ketika memerlukan sesuatu. Anak lelaki digambarkan sebagai seseorang yang meninggalkan orangtua ketika kebutuhannya sudah terpenuhi, lalu kembali ketika memiliki kebutuhan lain yang harus dipenuhi.
Pola relasi seperti dalam cerita di atas sebenarnya umum terjadi dalam relasi orangtua dan anak. Proses pengasuhan dan perawatan orangtua terhadap anak yang berlangsung bertahun-tahun berperan membentuk pola relasi ini.
Secara alamiah, orangtua terbiasa berperan sebagai pemberi, sementara secara natur, anak lebih terbiasa memposisikan diri sebagai penerima. Sebagai pihak pemberi, orangtua terbiasa menjadi pihak yang berperan aktif melakukan segala sesuatu apabila hal itu berkaitan dengan sang anak, termasuk aktif menjalin relasi.
Pada umumnya, orangtualah yang akan secara aktif berusaha mendekati anaknya, menanyakan perkembangan kehidupan anaknya, dan menawarkan bantuan bila diperlukan. Sebaliknya, sebagai pihak penerima, anak terbiasa menganggap orangtuanya sebagai sumber pemenuhan kebutuhannya, dan anak pasif ketika berelasi dengan orangtua. Umumnya, anak tidak secara alamiah terdorong untuk aktif, mengambil inisiatif mendekati untuk membina relasi dengan orangtuanya.
Dengan demikian, pada dasarnya seorang anak cenderung tak secara alamiah atau bukan otomatis punya keinginan, dorongan untuk mau mendekatkan diri dan membina relasi dengan orangtuanya. Anak punya kecenderungan lebih berfokus mengatur, mengurus hidup serta kepentingannya sendiri dibandingkan menaruh perhatian terhadap kebutuhan atau kepentingan orangtuanya. Anak juga lebih mudah bersikap melupakan orangtuanya apalagi kalau tinggal di lokasi yang berjauhan.
Motivasi yang benar untuk membina relasi dengan orangtua hendaknya dialasi dengan motivasi yang benar, yaitu kasih kepada Tuhan dan kasih kepada orangtua.
1. Kasih kepada Tuhan sebagai dasar ketaatan pada perintah Tuhan untuk mengasihi orangtua
Beberapa bagian firman Tuhan dengan gamblang menyatakan bagaimana cara anak harus berelasi dengan orangtuanya. Dikatakan dalam firman Tuhan:
Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu kepadamu (Keluaran 20:12).
Setiap orang di antara kamu haruslah menyegani ibunya dan ayahnya dan memelihara hari-hari sabat-Ku; Akulah TUHAN, Allahmu (Imamat 19:3).
Firman Tuhan di atas menyatakan suatu perintah untuk anak agar menghormati dan menyegani orangtuanya. Perintah ini mengandung suatu arti semua tindakan baik, dukungan materi, rasa hormat, dan ketaatan kepada orangtua. Perintah ini mencegah kata-kata kasar dan tindakan yang mencederakan hati orangtua. Dalam Keluaran 21:15, 17, Allah bahkan menuntut hukuman mati bagi setiap orang yang memukul atau mengutuk orangtuanya. Ini menunjukkan, Allah mementingkan penghormatan kepada orangtua.
Meskipun Alkitab mengungkapkan adanya penghukuman bagi setiap orang yang memukul atau mengutuk orangtuanya, namun hendaknya hal ini bukan menjadi dasar ketaatan buta kita. Ketaatan kepada firman Tuhan pun hendaknya didasari oleh kasih kepada-Nya, ya kasih kepada-Nya, yang kemudian menumbuhkan keinginan untuk tunduk pada perintah-Nya Tuhan dan menumbuhkan rasa kasih kepada orangtua.
2. Kasih kepada orangtua mendasari kerinduan anak membina relasi dengan orangtua
Selain kasih kepada Tuhan, dorongan atau keinginan untuk membina relasi dengan orangtua hendaknya berjangkarkan pada rasa kasih kepada orangtua. Karena kita mengasihi mereka, maka kita mau dekat dengan mereka. Maka kita mau mengenal mereka. Maka kita mau memberi perhatian dan menunjukkan kepedulian. Bukan tergerak oleh rasa bersalah atau untuk memperoleh nama baik yang melindungi harga diri kita secara semu.
Disebutkan sebelumnya bahwa bukan suatu yang alamiah seorang anak ingin membangun relasi dengan orangtua. Perlu komitmen secara sadar dan usaha yang sengaja untuk dapat membina relasinya dengan orangtua.
Di bawah ini beberapa tips praktis agar anak mendekatkan diri pada orangtuanya supaya relasi yang ada bisa bertambah dekat secara emosional:
Apa hobi orangtua? Kenali. Temani bila sedang melakukan hobinya
Bercakap-cakaplah dengan mereka. Ajak bercakap-cakap hal-hal yang menjadi minat mereka
Mintai pendapat kepada mereka tentang suatu hal, peristiwa, kegiatan, dan lain-lain. Orangtua akan merasa dilibatkan dan dihargai
Belanja bersama orangtua, olahraga, dan lain-lain yang dapat mendekatkan relasi antara kita dengan orangtua
oleh Monica, M.Psi., Psi.