Bagus tidaknya sebuah tim sepakbola tidak tergantung pada satu pemain saja, melainkan kerja sama tim sebagai satu kesatuan. Benar jika sebuah tim memiliki pemain kunci pada setiap bagian, namun mereka tak berarti apa-apa jika pemain yang lain tak bermain bagus pula. Selain itu ada pula ‘pemain keduabelas’ atau seporter yang memberi dukungan kepada tim, dukungan dari sporter menjadi pemecut semangat bagi para pemain. Semua adalah satu kesatuan, satu unit yang saling besinergi untuk mencapai sebuah kesuksesan.
Manusia sejak semula adalah makhluk sosial, makhluk yang selalu membutuhkan dan berada dengan yang lain. Allah sendiri bersabda bahwa “tidak baik, jika manusia itu seorang diri saja...” (bdk. Kej 2:16). Allah kemudian menciptakan teman yang sepadan bagi manusia pertama itu supaya mereka dapat bekerja sama dan melengkapi satu sama lain. Sejak semula pula manusia dicipta untuk saling memberi dan mengisi satu sama lain. Manusia selalu menyediakan dirinya dan memberikan dirinya untuk yang lain, sekaligus manusia menuntut pengertian dan pemahaman dari yang lain. Dalam segala hal manusia tak pernah dapat sendirian. Dapatkah manusia memenuhi semua kebutuhannya? Manusia tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya tanpa kerja sama dengan yang lain.
Zaman sekarang, banyak orang yang menganggap dirinya yang paling hebat dan merasa dirinya tak membutuhkan yang lain. Akibatnya, banyak orang tidak lagi mau peduli dengan sekitarnya. Apakah kita kenal siapa tetangga kita? Tahukah kita apa pekerjaan tetangga kita? Jangan mengaku orang yang mudah diajak kerja sama jika kita tidak mengenal sekeliling kita. Mengenal tetangga dan mengetahui pekerjaan tetangga merupakan dua hal sepele, namun menjadi hal yang mendasar agar kita mampu bekerja sama dengan baik terutama dengan orang disekitar. Jangankan kenal tetangga, mengenal keluarga sendiripun bagi orang-orang tertentu merupakan hal yang sulit untuk dilakukan.
Orang Ibrani diajak untuk saling memperhatikan supaya dapat saling mendorong dalam kasih dan pekerjaan baik. Artinya mereka diajak untuk bekerja sama dalam kasih dan dalam kebaikan. Lalu, maukah kita bekerja sama? Atau kerja sama adalah suatu yang tidak mungkin bagi kita? Apa yang kita lakukan adalah jawaban atas apa yang kita pikirkan.
“Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik.” -Ibrani 10:24-
Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang pada jalan itu (Amsal 22 : 6 ).
Dalam ajaran kristiani ayat ini sangat berhubungan dalam dunia pendidikan. Ayat ini menuntut kita untuk tidak hanya mengajar namun juga menjadi teladan untuk anak didik.
Apa yang di dapat saat kecil mempengaruhi kehidupan di masa mendatang. Orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya, sama seperti halnya guru teladan bagi peserta didiknya di sekolah.
Hal mudah yang mudah dilakukan namun sering kali diabaikan. Memberi teladan yang baik untuk anak didik.
Hal sederhana yang perlu dilakukan dan menjadi kebiasaan baik untuk tiap pribadi.Datang tepat waktu, mengerjakan tugas dengan baik, buang sampah pada tempatnya
Sebagai contoh kecilnya, guru datang tepat waktu bisa menjadi teladan bagi peserta didik. Peserta didik akan datang tepat waktu pula. Guru selalu datang dan antusias tiap mengajar menjadi teladan bagi peserta didik untuk mencinta pada pelajarannya.
Menjadi teladan dan memotivasi mereka dengan perkataan yang membangun semangat peserta didik.
“Jawaban yang lemah lembut meredam kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah, (Amsal 15 : 1),"
Guru harus berhikmat saat menghadapi anak-anak yang membutuhkan “Perhatian lebih.” Saat mereka berbicara tidak sopan atau meraka berbicara dengan nada yang keras, kita sebagai guru dapat tetap tenang dan menjawab dengan bijak serta lemah lembut.
Guru yang pintar memang sangatlah penting tapi tidak kalah penting memiliki hikmat dalam mengajar. Saat kita memiliki hikmat sudah pasti etika yang baik akan tertanam dalam diri kita dengan sendirinya. Hal ini perlu kita ajarkan kepada peserta didik agar kelak di kemudian hari mereka tidak saja pintar namun mereka bisa berhikmat dalam menghadapi persoalan.
Monica Fiesha Hutabarat
Teman-teman pasti bertanya “Kok . . .! kenapa kita harus belajar pada semut?, kan semut itu gak bisa ngomong, mana mungkin kita bisa belajar pada semut”
Maksudnya begini teman-teman, belajar pada semut disini adalah, kita harus lihat cara hidupnya semut, karena semut itu tidak pernah malas, semut itu pekerja keras. Jadi kalau semut saja tidak malas, masa kita anak-anak Tuhan Yesus sering malas. Contohnya kita malas itu seperti apa sih?.
Dan masih banyak lagi cara hidup kita yang menunjukan kalau kita itu malas. Teman-teman kalau kita mau jadi orang yang hebat, orang yang pintar, orang yang sukses, orang yang berhasil, maka kita harus membuang rasa malas yang ada dalam diri kita.
Itulah kenapa firman Tuhan katakan pergilah kepada semut dan perhatikanlah lakunya. Ok mari kita lihat dulu teman-teman, firman Tuhan yang ditulis didalam;
Amsal 6:6 Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: 6:7 biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, 6:8 ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen.
Jadi kalau kita menjadi anak Tuhan yang malas, maka kita sebenarnya kalah dari semut. Itulah kenapa firman Tuhan katakan “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak”
Yang dimaksud dengan perhatikanlah lakunya, artinya kalau kita lihat, semut itu tidak pernah berhenti berjalan. Itu artinya semut itu terus bekerja dan tidak pernah berhenti. Dengan demikian kita tahu kalu semut itu begitu rajin, oleh sebab itu kita anak-anak Tuhan Yesus, harus lebih rajin lagi dari cara hidup semut.
Rajin belajar, rajin mengerjakan PR, rajin bangun pagi, rajin membantu orang tua, membantu sahabat, membantu orang lain yang memerlukan pertolongan kita, supaya hidup kita ini bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Kalau kita rajin dan menjadi berkat bagi banyak orang maka Tuhan Yesus akan dimuliakan dalam hidup kita.
Lalu kalau kita perhatikan lagi firman Tuhan katakan tadi “perhatikanlah lakunya, dan jadilah bijak”. Maksud dari kata bijak itu artinya, kita harus selalu menggunakan akal budi kita, juga kata bijak itu artinya mahir atau pintar, jadi kalau kita mau pintar kita harus jadi orang yang bijak, dan tidak malas, dengan kata lain kita harus berubah dari cara hidup sebagai anak malas menjadi anak yang rajin.
Ingat lho teman-teman firman Tuhan katakan tadi bahwa semut itu tidak punya pemimpin, pengatur atau penguasanya, artinya walaupun gak ada yang memimpinnya, atau gak ada yang memerintahnya, ia tetap menjadi semut yang rajin. Itu artinya kita harus lebih rajin dari semut, apalagi kita itu ada yang memimpin yaitu orang tua kita.
Teman-teman, kalau kita sudah tahu bahwa apabila kita malas, artinya kita kalah dari semut, makanya sekarang kita harus berubah dan membuang semua kemalasan kita dan kita mau menjadi anak yang rajin, supaya kita bisa menjadi anak Tuhan Yesus yang luar biasa.
http://renunganhariini.com/renungan-anak-anak/renungan-anak-belajar-pada-semut
“Pak Guru saya kehilangan sebuah pensil, pasti ada yang mengambilnya pak” Kata Romi kepada Pak Hery, wali kelas di kelas 3A. Pak Hery lalu bertanya kepada anak muridnya yang berjumlah 30 orang tersebut, “Anak-anak semuanya perhatikan kedepan Bapak mau nanya. Romi barusan melaporkan bahwa ia kehilangan pensil kesayangannya, siapa diantara kalian yang mengambil pensil Romi . . ?. Tanya Pak Hery kepada murid-muridnya. “Tidak ada Pak yang mengambil pensil Romi” jawab semua murid kelas 3A secara bersamaan. Mendengar jawaban teman-temannya hati Romi bertambah sedih karena itu satu-satunya pensil kesayangannya. Tiba-tiba pintu kelas 3A diketok “ya silahkan masuk . . !” kata Pak Hery setelah mendengar ketokan pintu tersebut. Rupanya yang datang adalah Nathan, anak kelas 3B. “Permisi Pak . . !” kata Nathan kepada Pak Hery. “iya Nathan, ada apa . . ?” tanya Pak Hery, “saya mau mengembalikan pensilnya Romi Pak, tadi waktu bell tanda istirahat sudah selesai Romi langsung lari terburu-buru Pak, dan dia tidak tahu kalau pensilnya terjatuh. Dari kejauhan saya melihatnya lalu saya mengambilnya, sekarang saya mau mengembalikannya kepada Romi, Pak . . !” Nathan menjelaskan kepada Pak Hery apa yang terjadi. “Romi ini pensilmu yang hilang itu, lain kali kamu harus lebih berhati-hati ya” kata Pak Hery kepada Romi. Nathan lalu memberikan pensil itu kepada Romi, “terima kasih ya Nathan, saya tidak dapat membalas kebaikan kamu” Romi berterima kasih kepada Nathan,”sama-sama Romi, kita kan harus saling tolong menolong dan saling mengasihi, itu nasihat ibuku setiap hari, makanya begitu melihat pensilmu terjatuh aku langsung mengantarnya kesini” kata Nathan. Semua murid kelas 3A kagum melihat Nathan karena pribadinya yang mulia.
Apa yang dilakukan oleh Nathan adalah sesuai yang dikatakan Firman Tuhan dalam Yohanes 15:12. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.
http://renunganhariini.com/renungan-anak-anak/harus-saling-mengasihi
Baca: Mazmur 139:1-24
Mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya. (Mazmur 139:16)
Bacaan Alkitab Setahun:
Yeremia 34-36
Saat berselancar di dunia maya, terkadang kita mendapat notifikasi bahwa situs yang tengah kita kunjungi menggunakan cookie. Apakah itu? Cookie adalah sebuah berkas yang disimpan di dalam gawai (komputer atau telepon pintar) kita dan berfungsi untuk mencatat informasi tentang kebiasaan kita dalam berselancar. Dengan mengetahui preferensi kita, saat kita mengunjungi situs tersebut di kesempatan berikutnya, maka ia dengan cepat dapat menyajikan materi yang mendekati kesukaan kita. Dengan kata lain, cookie membuat sebuah situs mengenal kita dengan lebih baik.
Jika perangkat buatan manusia saja dapat melakukan hal itu, apalagi Bapa kita di surga. Bukankah Dia yang menciptakan manusia dan memberi mereka akal budi, sehingga dapat menciptakan aplikasi dan memberinya kecerdasan buatan? Betapa lebih dahsyatnya ke-mahatahu-an Allah. Ia mengenal kita bukan karena telah menanamkan suatu berkas kecil di dalam diri kita, Ia sendiri yang ada di dalam kita. Ia mengetahui saat kita duduk, berdiri, berjalan, dan berbaring. Ia mengerti jalan pikiran kita dan apa yang hendak kita ucapkan. Sebab, Dialah yang menciptakan kita pribadi lepas pribadi.
Kalau cookie hanya mencatat apa yang telah kita lakukan, dalam catatan Allah “semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya” (ay. 16). Memiliki Allah yang mengenal kita jauh melebihi pengetahuan kita sendiri, yang mengetahui apa saja yang terbentang di hadapan kita, masihkah kita khawatir menjalani kehidupan bersama Dia?
—TAF/www.renunganharian.net
MASA DEPAN KITA YANG TAK TERLIHAT AMAN,
DALAM GENGGAMAN ALLAH YANG MAHATAHU
Baca: 1 Samuel 13:23-14:23
“… sebab kalau demikian TUHAN telah menyerahkan mereka ke dalam tangan kita. Itulah tandanya bagi kita.” (1 Samuel 14:10b)
Bacaan Alkitab Setahun:
Yeremia 32-33
Sebagai orang percaya, kita mengakui kalau Tuhan selalu menyertai kita. Tetapi apakah kita selalu mengandalkan Tuhan dalam segala kegiatan kita? Dalam kenyataannya kita sering mengandalkan kekuatan sendiri atau orang lain. Apalagi kalau segala sesuatu lancar, Tuhan dipinggirkan bahkan dilupakan. Ketika kesulitan atau jalan buntu, barulah Tuhan dipanggil sambil meminta pertolongan.
Saul adalah raja yang diurapi Tuhan. Akan tetapi Saul tidak melibatkan Tuhan dalam peperangan. Ia terlalu mengandalkan pasukannya. Beda dengan Yonatan, anak Saul. Yonatan menunjukkan bahwa masih ada iman di istana. Di tengah-tengah kisah raja Saul yang egois, haus kekuasaan, dan tidak memedulikan Tuhan, Yonatan tampil sebagai seorang beriman yang tidak mengandalkan banyaknya jumlah tentara, tetapi mengandalkan pimpinan Tuhan. Ia menunjukkan keberanian untuk menyerang tentara Filistin, tetapi ia juga meminta petunjuk dari Tuhan. Ia memberikan instruksi yang jelas kepada ajudannya bahwa hanya jika Tuhan berkenan kepada rencananya maka ia akan melanjutkan rencana itu.
Pertanyaannya, di manakah Yonatan-Yonatan masa kini, yang beriman dan mengandalkan Tuhan dalam menyaksikan kuasa-Nya kepada dunia? Teladanilah Yonatan. Iman tidak hanya dikatakan saja, tetapi harus diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Jangan memegahkan diri. Merasa pandai, hebat, dan terlalu mengandalkan diri. Merasa bisa tanpa Tuhan. Fakta akan membuktikan bahwa tanpa campur tangan Tuhan, usaha kita akan sia-sia. Kalau tidak percaya? Buktikan!
—ENO/www.renunganharian.net
ALLAH TURUT BEKERJA DALAM SEGALA SESUATU UNTUK MENDATANGKAN
KEBAIKAN BAGI MEREKA YANG MENGASIHI DIA.—Roma 8:28