Pada suatu hari lima jari di tangan berdebat, mereka mempunyai argumen masing-masing. Setiap jari berpendapat bahwa ia adalah anggota paling penting dari keluarga mereka.
Jari jempol memulai klaimnya, “Saya benar-benar penting untuk makan, menulis, dan untuk menangkap objek apapun dengan tangan. Selain itu, menggunakan jempol adalah simbol universal kemenangan.”
Jari telunjuk kemudian berpendapat, “Saya penting untuk menunjuk ke objek apapun dan menuduh seseorang. Pembicara menggunakan saya untuk mengekspresikan ide-ide tegas dan menunjukkan pada orang-orang dengan kekuasaan. Saya dibesarkan di atas semua untuk menunjukkan bahwa hal adalah yang pertama dan yang terbaik.”
Lalu jari tengah pun menegaskan, “Saya pasti terpanjang di antara kita dan saya menjadi pemimpin alami dari keluarga ini. Saya memiliki martabat maksimal dan saya selalu memiliki Anda berdua untuk menjaga saya di kedua sisi. Anda tidak dapat mempertanyakan status, atau perawakan saya.”
Kemudian jari manis mengeluarkan pendapatnya, “Sayalah simbol cinta, asmara, perkawinan dan kehidupan keluarga. Saya dihiasi dengan cincin emas selama pertunangan dan pernikahan, momen terbesar dan paling berkesan dalam hidup seseorang. Saya bersinar di antara kamu seperti seorang raja mengenakan kerajaan, mahkota emas.”
Jari kelingking sedang menunggu kesempatan. Ketika tiba kesempatannya bicara, ia berkata, “Sayalah yang terkecil, tapi saya bukan yang terakhir. Sebagai bayi dari keluarga, saya pantas mendapat perawatan khusus dan pertimbangan. Tidak diragukan lagi saya jari yang paling indah dengan kelembutan dan anugerah hidup. Ketika tangan dilipat selama doa atau ungkapan hormat, saya tinggal di depan kalian semua sebagai pemimpin. Jelas, sayalah yang terbesar.”
Pernahkah kita bayangkan bila tangan kita hanya terdiri dari jempol semua? Falsafah ini sederhana namun sangat berarti. Perdebatan itu terus berjalan, bahkan mulai perkelahian fisik, ketika pemilik tangan mengajak mereka untuk berdamai. Ia meyakinkan mereka bahwa setiap jari adalah sama pentingnya. Ia mengatakan kepada mereka, “Kalian masing-masing penting bagi saya. Kalian masing-masing tidak berdaya dan tidak berguna tanpa bantuan dari orang lain”.
Tuhan menciptakan kalian berbeda supaya ketika bertindak bersama-sama, maka kalian dapat mencapai apa yang tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri. Tidak ada yang lemah atau tidak penting. Masing-masing memiliki kemampuan yang unik dan penting. Kita dapat meraih kemenangan hanya dengan upaya kolektif, kerjasama yang erat, dan tim kerja. Contohnya, ketika kita bertindak selaras, kita dapat mengoperasikan alat dan peralatan yang berbeda, membuat karya seni yang sangat indah, memainkan alat musik, dan membantu orang lain yang membutuhkan bantuan kita.
Maka, sebagai manusia hendaklah kita saling mengasihi antar sesama, saling membantu, dan saling melindungi. Hormati dan hargailah kekurangan dan kelebihan orang lain. Jadikan perbedaan itu sebagai kekuatan kita untuk melangkah menghadapi tantangan-tantangan dunia.
Novianti Octora, S. Psi.
C. S. Lewis. Nama yang tak asing lagi di telinga kita. Seorang penulis yang terkenal dan dikagumi. Lewis berhasil mengembangkan kemampuannya dalam menulis, khususnya di kesastraan anak dan fantasi. Salah satu hasil karyanya yang sangat dihormati adalah The Chronicles of Narnia. Seri The Chronicles of Narnia sangat populer dan telah diadaptasi ke beberapa drama, sandiwara radio, dan film bioskop. Majalah Time mencatat buku pertama dalam seri itu, The Lion, t he Witch, and the Wardrobe, sebagai salah satu dari 100 novel terbaik berbahasa Inggris yang ditulis antara 1923 dan 2005.
Karya tulis Lewis telah diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa dan sudah terjual jutaan kopi di seluruh dunia. Luar biasa. Selain itu, hal yang menarik dari kehidupan Lewis adalah sejak pertobatannya, ia mendedikasikan semua karya dan tulisannya untuk Tuhan. Lewis mendapatkan pengakuan secara international sebagai penulis Kristen paling berpengaruh pada abad 20. Sampai akhir hidupnya, Lewis tetap mendedikasikan karyanya hanya untuk Tuhan.
Kita percaya bahwa kemampuan tersebut adalah pemberian Tuhan kepadanya, baik sebagai bawaan sejak lahir maupun hasil belajar atau latihan. Itulah talenta. Pemberian Tuhan kepada setiap orang, sekalipun tak sama, namun pasti memilikinya. Talenta berbeda dengan karunia. Karunia hanya diberikan kepada orang yang telah percaya kepada Kristus, dan tidak dapat dipelajari. Walaupun demikian, keduanya—baik talenta maupun karunia—dapat dikembangkan dan digunakan untuk kemuliaan Tuhan.
Talenta sebetulnya adalah satuan berat (lih. Why. 16:21, “…about the weight of a talent [versi KJV]” yang berarti kira?kira seberat satu talenta). Talenta juga digunakan untuk menunjuk pada satuan uang (lih. Mat. 18:24) dengan nilai 1 talenta sekitar 6.000 dinar atau upah seorang buruh dalam 20 tahun. Namun, pada umumnya talenta dipahami sebagai segala sesuatu yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang—baik orang Kristen maupun atau non-Kristen—yang bisa digunakan untuk menyenangkan, memuliakan Tuhan. Dengan demikian, talenta tidak hanya kemampuan, juga tak hanya uang, melainkan segala hal yang diberikan Tuhan kepada setiap orang.
Dalam Matius 25:14-30, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang talenta. Dalam perumpaan tersebut, digambarkan seorang tuan yang mempercayakan talenta dengan jumlah yang berbeda kepada tiga orang hambanya. Sang tuan menghendaki agar talenta tersebut dikembangkan dan kemudian dipertanggungjawabkan. Hal ini pun, dikerjakan dan dikelola tanpa pengawasan dari sang tuan. Namun, saat hari pertanggungjawaban tiba, hanya dua orang hamba yang mengerjakannya, sedangkan yang seorang lagi tidak mengelolanya. Kedua hamba itu pun mendapatkan pujian dari tuannya, dan hamba yang lain mendapat hukuman.
Talenta yang sama juga dipercayakan Tuhan kepada kita. Bisa jadi hal itu kemampuan, bakat, harta, waktu, jabatan, atau karunia rohani. Namun, seperti hamba-hamba itu, kita pun diminta mengembangkan talenta itu dengan setia dan taat untuk kemuliaan-Nya.
Memang talenta kita masing-masing tak sama, tetapi Tuhan mau kita mengusahakannya, berapa pun yang diberikan kepada kita. Sudahkah kita melakukannya? Sehingga pada akhirnya Tuan kita berkata, “Baik sekali perbuatanmu, hai hambaku yang baik dan setia.”
Dalam bacaan Injil ini, Matius 12: 14-21, orang-orang Farisi bersekongkol untuk membunuh Yesus. Namun, Ia mengetahui niat jahat mereka dan segera menyingkir dari mereka.
Dalam hidup kita, kadangkala niat baik maupun sumbangan baik kita tidak diterima oleh masyarakat atau pun komunitas dimana kita berkarya. Bahkan lebih buruk lagi, rekan-seperjuangan kita bersekongkol untuk “membunuh” niat baik kita.
Jika kita belum siap menghadapi situasi seperti itu, cara yang terbaik adalah menghindar. Ingat, kebenaran memiliki kekuatan untuk mengendalikan dirinya sendiri.
Kita menghindar sejenak untuk menimba kekuatan dengan membaca Alkitab.
Anda harus tetap tinggal di dalam Firman Tuhan! Jika tidak, Anda tidak akan memiliki kekuatan dan stamina untuk menjalani hidup yang berintegritas.
Jadi jangan takut untuk berbuat benar. Teruslah maju, seoral-olah menyingkir, tetapi demi kemenganan yakni agar kebaikan, kebenaran dan kekudusan menjadi kelihatan.
Dalam bacaan ini, Yesus telah menunjukan bahwa satu-satunya cara untuk memuliakan kerajaan Allah adalah melalui salib – salib penderitaan dan penghinaan – yang Yesus alami demi kita dan untuk keselamatan kita.
Kita juga, dipanggil untuk memikul salib kita setiap hari – untuk mati terhadap dosa, keegoisan, iri hati, kesombongan, perselisihan, dan kebencian – dan menyerahkan hidup kita dalam pelayanan yang rendah hati dan saling mengasihi, seperti yang Yesus lakukan untuk demi kita.
Matius mengutip dari nubuat Nabi Yesaya mengenai “Hamba yang Menderita” untuk menjelaskan bagaimana Yesus Mesias akan mencapai misinya – bukan dengan menghancurkan kekuatan – tetapi melalui cinta dan pengorbanan (Yesaya 42: 1-4).
Di tempat tahta Yesus memilih untuk menaiki salib dan mengenakan mahkota duri. Dia disalibkan sebagai Tuhan dan Raja kita (Yohanes 19:19; Filipi 2:11) Tidak ada bukti yang lebih besar tentang kasih Allah bagi kita daripada kematian korban dari Anak-Nya yang tunggal untuk kita dan keselamatan kita (Yohanes 3:16).
Yesus mati bukan hanya untuk orang Yahudi tetapi juga bagi semua bangsa non Yahudi. Yesaya telah menubuatkan berabad-abad sebelumnya, bahwa Mesias akan membawa keadilan bagi bangsa-bangsa lain.
Maka kita diajak untuk berusaha melakukan yang benar dan memiliki tujuan hidup yang tepat, akan membuat Anda lelah dan karena itulah Anda harus diperlengkapi dan disegarkan dengan Firman-Nya.
Ayat bacaan: Mazmur 64:11
==================
“Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah.”
Susahkah hidup jujur? Secara teori mudah bagi kita untuk mengatakan tidak, tetapi pada prakteknya itu sulit. Orang yang jujur akan kehilangan banyak kesempatan karena tidak bisa mengikuti arus ditempatnya bekerja. Ada seorang teman yang karirnya mandek hanya gara-gara memilih hidup jujur. Ia menolak untuk ikut-ikutan menikmati sisa dana anggaran di sebuah instansi pemerintah. Masih mending kalau memang sisa, tapi sepanjang tahun mereka mempergunakan anggaran sekecil mungkin agar sisanya besar. Karena menolak ikut, ia pun dipinggirkan oleh rekan-rekan dan pimpinannya. Ini baru satu contoh kecil saja dari pola pikir tidak jujur yang terjadi dimana-mana. Kita harus pintar mengikuti arus agar bisa bertahan pada posisi dalam karir, berbohong, menutupi kebenaran atau ikut melakukan penyelewengan. Semakin lama kejujuran semakin menjadi barang langka yang meski selalu diajarkan dimana-mana tetapi pada kenyataannya semakin dipinggirkan. Di mata dunia mungkin seperti itu, tetapi ingatlah bahwa kejujuran yang sekecil apapun memiliki nilai yang sangat tinggi di mata Tuhan.
Dalam konteks kekristenan, kejujuran adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh orang percaya. Imbalan yang disediakan Tuhan bagi orang jujur bukan main besarnya. Lihatlah ayat ini: “Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin.” (Yesaya 33:15-16). Lihatlah betapa besar nilai kejujuran di mata Tuhan. Mungkin di dunia ini kita bisa mengalami kerugian atau bahkan malah mendapat masalah karena memutuskan untuk berlaku jujur. Tetapi itu bukanlah masalah karena kelak dalam kehidupan selanjutnya yang kekal semua itu akan diperhitungkan sebagai kebenaran yang berkenan di hadapan Allah. Dalam Mazmur dikatakan: “Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah.” (Mazmur 64:11). Pada saat ini mungkin kita rugi akibat memutuskan untuk jujur, tetapi kelak pada saatnya kita akan bermegah dan bersyukur karena telah mengambil keputusan yang benar.
Bagaimana kalau kita harus menerima konsekuensi diperlakukan tak adil jika memilih jujur? Anggaplah itu sebuah ujian. Seperti layaknya ujian, untuk menghadapinya memang bisa jadi berat. Tetapi keseriusan dan ketekunan kita dalam menghadapinya akan menentukan hasil akhir. Akan halnya ujian kejujuran, ada saat-saat dimana anda merasa diperlakukan tidak adil, sudah jujur malah disalahkan dan dirugikan. Hadapi ujian dengan tegar, tetap fokuskan pandangan jauh ke depan, kepada sebuah kehidupan abadi yang akan anda jalani kelak. Bukan apa yang fana di dunia ini yang penting melainkan seperti apa anda nantinya dalam penghakiman Tuhan.
Yakobus berkata: “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.” (Yakobus 1:2-4). Ujian akan menumbuhkan ketekunan, dan dari sana kita bisa menghasilkan buah-buah yang matang. Karakter kita akan disempurnakan lewat ujian-ujian itu. Ujian adalah kesempatan bagi kita untuk naik ke tingkatan yang lebih tinggi, dan karena itu seharusnya kita berbahagia ketika mendapat kesempatan untuk ujian. Buat sesaat kecurangan mungkin bisa memberi banyak keuntungan, tetapi itu semua hanyalah sesaat dan fana. Untuk sebuah hidup yang kekal, kecurangan tidak akan pernah membawa keuntungan malah mendatangkan kerugian. Jangan lupa bahwa Tuhan sudah berkata bahwa Dia tidak akan menutup mata dari apapun yang kita lakukan dalam hidup kita. “Malah Ia mengganjar manusia sesuai perbuatannya, dan membuat setiap orang mengalami sesuai kelakuannya.” (Ayub 34:11). Baik atau tidak akan membawa ganjaran atau konsekuensinya sendiri. Baik atau tidak ganjaran yang kita terima akan tergantung dari bagaimana cara kita hidup.
Kalau jujur membuat anda menderita saat ini, bertahanlah. Firman Tuhan berpesan: “Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan” (Filipi 2:14). Ini termasuk pula komitmen kita untuk tetap mempertahankan kejujuran dan kesetiaan dengan tidak mengeluh terhadap konsekuensi apapun yang kita alami di dunia ini. Mengapa demikian? Sebab Firman Tuhan kemudian berkata: “supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia.” (ay 15). Sebagai anak-anak Allah dan bukan anak-anak dunia sudah seharusnya kita menunjukkan kebenaran dan berani tampil beda. Kita tidak boleh ikut-ikutan arus sesat dari angkatan yang bengkok hatinya karena kita menyandang status sebagai anak-anak Tuhan. Pada akhirnya kita akan melihat bahwa perjuangan kita terhadap kejujuran tidak akan sia-sia. Muda atau tua, siapapun kita, peganglah prinsip kejujuran setinggi mungkin dan jangan gadaikan itu untuk alasan apapun.
Kepada anda yang masih muda, hal kejujuran pun sama pentingnya untuk dijalankan. Lihatlah pesan Paulus Kepada Timotius: “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” (1 Timotius 4:12). Walaupun masih muda kita tetap dituntut untuk bisa menjadi teladan dalam segala hal.
Kita hidup di dalam masyarakat yang mau menghalalkan segala cara, yang hidup dengan standar-standar ganda dan yang tidak lagi menghargai kebenaran dan kejujuran. Meski anda masih muda, mulailah menunjukkan nilai-nilai kejujuran dan kebenaran, jangan tukarkan itu dengan apapun, dan lihatlah pada saatnya nanti setiap orang jujur akan bersukacita memetik buahnya.
Dunia boleh saja menolak kejujuran, di mata Tuhan sekecil apapun itu akan sangat berharga
"Siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya." Mazmur 50:23b
Orang-orang dunia boleh saja berkata, "Jujur itu hancur.", tapi sebagai anak-anak Tuhan kita harus berani berprinsip, "...aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia." (Kisah 24:16). Tidak ada kata 'rugi' apalagi sia-sia bila kita hidup jujur. Justru sebaliknya ada berkat-berkat luar biasa yang disediakan Tuhan bagi orang yang jujur. Ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa Tuhan sangat mengasihi orang yang jujur jalannya, bahkan Alkitab mencatat: "...dengan orang jujur Ia bergaul erat." (Amsal 3:32). Juga dikatakan bahwa "...orang-orang yang jujur akan diam di hadapan-Mu." (Mazmur 140:14b) dan "...doa orang jujur dikenan-Nya." (Amsal 15:8b). Ternyata Tuhan sangat memperhatikan orang-orang yang hidupnya jujur dan doa orang jujur pasti berkenan padaNya!
Suatu ketika saudara-saudara Yusuf menemukan uang di dalam karung mereka setelah membeli gandum di Mesir. "...tampaklah ada pundi-pundi uang masing-masing dalam karungnya;" (Kejadian 42:35). Pastilah uang yang tidak sedikit jumlahnya! Apa yang kita lakukan jika kita mengalami peristiwa yang demikian? Mengembalikan uang tersebut atau kita malah diam saja dan berkata, "Wah...rejeki nomplok nih, kita ambil saja!"? Tapi inilah yang dilakukan saudara-saudara Yusuf, "...ketika kami sampai ke tempat bermalam dan membuka karung kami, tampaklah uang kami masing-masing dengan tidak kurang jumlahnya ada di dalam mulut karung. Tetapi sekarang kami membawanya kembali." (Kejadian 43:21). Mereka mengembalikan uang yang bukan haknya itu. Mereka telah lulus ujian kejujuran!
Ternyata saudara-saudara Yusuf telah mengalami perubahan karakter, berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya di mana mereka telah memasukkan Yusuf ke dalam sumur dan menjualnya kepada para saudagar Midian dan membawa berita tidak jujur kepada ayahnya (Yakub) dengan mengatakan bahwa Yusuf telah mati diterkam binatang buas.
Karena jujur, saudara-saudara Yusuf diberkati di tengah kelaparan yang melanda negerinya; mereka tetap terpelihara!
Pada dasarnya setiap orang tua yang memiliki anak, mengharapkan anak-anaknya berprestasi. Baik prestasi dalam studinya, maupun prestasi dalam pengembangan bakat dan ketrampilannya. Dan mesti diakui, pada masa ini memang banyak anak-anak muda yang cukup memiliki prestasi yang membanggakan dan mengagumkan.
Permasalahannya adalah apakah prestasi yang mereka peroleh sudah sungguh-sungguh diupayakan dengan cara-cara yang jujur? Karena prestasi yang tinggi tanpa karakter hidup yang jujur akan menciptakan manusia-manusia yang penuh tipu muslihat dan kebohongan.
Dalam kehidupan nyata di masa studi, banyak anak-anak yang mampu mencapai nilai yang tinggi, tapi dilakukan dengan cara menyontek atau melakukan kecurangan pada saat ulangan/ujian.
Mazmur 37, merupakan sebuah renungan tentang kemakmuran orang fasik. Si Pemazmur jelas sangat dirisaukan oleh kemakmuran dan kuasa orang-orang fasik, namun ia yakin bahwa keadaan tersebut hanyalah pembalikkan sementara dari nilai-nilai yang benar. Dan secara keseluruhan. Mazmur ini hendak memberi gambaran, bahwa orang yang berlindung pada TUHAN akan diselamatkan, sedang orang fasik akan dibinasakan.
Orang benar adalah orang yang mampu mengasihi dan mau memberi pinjaman kepada mereka yang berkesusahan tanpa dipungut riba/bunga, karena Tuhan memberkati mereka.
Ayat 34-40, berisi nasihat penutup dari pasal 37. Di sini digambarkan perbedaan (dikontraskan) antara orang fasik dan orang jujur. Orang fasik dan pendurhaka akan dilenyapkan; orang benar/jujur/tulus akan mewarisi negeri. Orang fasik tidak memiliki masa depan; orang jujur/tulus/suka damai memiliki masa depan.
Orang benar yang berlindung pada Tuhan akan diselamatkan pada waktu kesesakan. Tuhan adalah tempat perlindungan, penolong dan penyelamat bagi orang benar.
Ungkapan akan “mewarisi negeri” cukup menarik, karena biasanya dikaitkan dengan keberhasilan, kesuksesan dan kekayaan yang ada di dunia. Padahal pemazmur memaknai lebih dalam dari hal itu. Pemazmur lebih menunjuk, mewarisi negeri sebagai berkat TUHAN bukan sekedar pada keberhasilan dan kekayaan di dunia saja melainkan memiliki masa depan dalam TUHAN.
Tidak bisa dipungkiri, selama orang masih di dunia, sekalipun berprestasi dan jujur akan tetap menemui masalah. Dan di sinilah bedanya, bila orang berlindung pada TUHAN saat ada kesesakan, ia tetap memiliki masa depan.
Untuk itu pemazmur mengajak agar orang benar/jujur/tulus menantikan TUHAN dan tetap mengikuti jalan TUHAN (ayat 34). Mengikuti jalan TUHAN juga berarti menunjukkan kasih kepada sesama. Jujur berarti tetap berada di jalan yang lurus dan benar, dengan berpedoman pada jalan dan Firman TUHAN.
Manusia dicipta Allah sempurna adanya. Manusia dicipta laki-laki dan peremuan untuk saling melengkapi di antara mereka. Manusia diberi akal budi, hati nurani dan kehendak bebas dengan tujuan agar manusia mampu menguasai bumi. Namun, manusia justru jatuh dalam dosa dan jatuh dalam pencobaan yang tiada berkesudahan. Manusia memberonta mempertanyaan keberadaan Allah, manusia memberontak mempertanyakan kekuasaan Allah ketika mereka kesusahan. Manusia lupa bahwa kesusahan itu datangnya dari mereka sendiri.
Ketika Allah murka, Allah menurunkan berbagai pencobaan bagi manusia. Bukanya bertobat tetapi manusia justru menyalahkan Allah. Karena kuasaNya dan cintaNya yang begitu besar kepada manusia, dalam murkanya Allah pun menaruh belas kasihan kepada manusia. Ia mengutus nabi-nabi untuk mengingatkan manusia, namun manusia menolak dan bahkan membunuh mereka. Hingga akhirnya, Allah mengutus PutraNya yang tunggal untuk membaharui manusia.
Namun demikian, PutraNya yang tunggal itupun ditolak oleh manusia. Berkat kuasaNya yang besar, meski manusia menolak, Allah tetap membaharui manusia. Pembaharuan itu nampak dalam sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus. Berkat kurban Yesus kita semua menjadi baru. Manusia lama kita dikubur bersama kematian Yesus dan kemudian manusia baru kita lahir bersama kebangkitanNya. Kita semua menjadi baru, bukan lagi hidup dalam kuasa dosa namun kita hidup dalam kuasa Kasih Allah.
Mr. Eka
25 Oktober 2018
Pada suatu hari ada seorang anak perempuan yang mudah dihasut yang bernama Neng. “Neng, warna rambut sekarang lagi tren warna biru.” kata temannya. Lalu dia pun mewarnai rambutnya dengan warna biru. Sebulan kemudian temannya berkata,”Eh, sekarang tren bukan warna biru tapi warna coklat lo, memang bagus dan pokoknya keren deh.” Si Neng itu pun terhasut dengan cerita temannya sehingga kembali mewarnai rambutnya dengan warna coklat. Begitulahseterusnya.
Maksud dari cerita di atas adalah acapkali manusia mudah dihasut dan berpindah dari komitmen yang dibuatnya. Selain itu,mudah goyah dengan berbagai godaan yang ada di sekelilingnya. Melalui homili ini kita diajak supaya memiliki keteguhan dalam Tuhan.Semoga melalui misa ini, kita meminta kepada Bunda Maria supaya ketenangan hati kita dapat dipelihara dengan baik dan meneladaniNya supaya memiliki keteguhan hati.Sebab gereja katolik mengajarkan bahwa Allah menyediakan rahmat khusus kepada Bunda Maria sehubungan dengan perannya sebagai Bunda Allah.
Romo Willy
Homili di Misa bulan Oktober 2018 SMP Talenta
Apakah kamu orang yang manja? Kenali ciri-ciri manja versi kamu. Kata manja secara leksikal adalah kurang baik adat kelakuannya karena selalu diberi hati, tidak pernah ditegur (dimarahi). Berdasarkan pemahaman tersebut, maka untuk menjadi orang maju dan dapat berkarya, stop manja. Manja tidak selamanya dengan orang lain tetapi juga manja terhadap diri sendiri. Ketika ada pekerjaan yang seharusnya diselesaikan tetapi malah mengerjakan yang lain atau tidak terlalu penting. Mari kita belajar supaya jangan mudah terbawa perasaan dan mudah terpengaruh dengan orang lain. Seseorang yang sukses mempunyai kriteria tersendiri dalam dirinya. Membedakan orang yang biasa dengan orang sukses adalah orang biasa selalu ingin mencari alasan sedangkan orang sukses akan menghadapi situasi apapun juga.
Melatih diri untuk tidak manja sangatlah penting. Ketika kita tidak bisa membawa sepeda motor maka boleh memakai sepeda dayung. Ketika tidak memiliki sepeda dayung maka bisa jalan kaki. Kita juga dapat memposisikan hal tersebut dengan kejadian yang kita alami sehari-hari. Apapun itu. Hal tersebut harus kita ubah kebiasaan yang kurang baik dan tanamkan motivasi dalam diri serta memulainya secara perlahan. Berubah itu tidak mudah tetapi ketika kita ada kemauan maka lama-kelamaan akan terbiasa dan kemungkinan besar menjadi orang yang sukses. Selain itu, rasa malas juga harus dilawan sebab ada kaitannya dengan manja. Kita tidak boleh hanya mengharapkan bantuan orang lain. Mari memperbaiki diri terus-menerus, mencari cara atau jalan untuk tidak memanjakan diri bagaimana supaya mencapai titik impian untuk sukses. Semoga renungan ini bermanfaat untuk kita semua. Bijaklah dalam bertindak. Tuhan Memberkati.
Tujuan dari orang bijak adalah bukan untuk mendapatkan kesenangan, tapi untuk menghindari rasa sakit. ARISTOTELES